Sabtu, 02 Maret 2013

Cont for Day 5






Aku mendekati kai perlahan, namun suara high heels merah maroon mama yang aku gunakan pagi ini membuat pria didepan kai berbalik melihat kea rah sumber suara tok tok tok itu. Kai melihatku dari balik punggung pria itu, kemudian mulai menyambutku dengan kalimat “Happy Sunday dear”, aku pun seketika itu juga membalas kalimat kai, namun menambahkan kata “Too” di belakangnya. Pria itu masih tetap menatapku dan aku pun masih sangat kuat menangkap tatapannya, bahkan ketika aku membalas kalimat kai tadi pun, aku masih tetap memandang pria itu. Satuhal yang ada di otakku, sekecil ini kah Semarang? 5 hari terakhir ini yang aku temui selalu pria yang sama.
Ya Dia Davin Ethan A.

Pria itu mengulurkan tangannya kepadaku dan tanpa sadar aku menyambut tangan itu, aku merasakan hal yang sama seperti kemarin saat kami melakukan hal ini di depan gerbang sekolah halley. Happy Sunday yah……., manis” sambil berbisik di telinga kiriku.
Hey, aku merasakan ada gerakan abnormal dari jantungku, dan seketika itu juga aku merasakan sesuatu yang aneh dari perilaku ku, hingga kai mengagetkan ku kembali dengan kalimat “genggamannya udah boleh dilepas deh sepertinya” dengan nada suara agak sedikit menggoda.  Pria itu pun segera melepaskan genggamannya. “Hai aku Davin, boleh tau nama kamu?” suara berat dari pria itu membuatku kembali merasakan terjadinya gerakan abnormal pada jantungku. Gween Ivy Edelweiis, tapi kamu bisa manggil dia Gween aja kok tanpa memikirkan dua kata di belakang namanya”kata kai. Kai sangat mengerti akan sikap non-verbal yang aku tampilkan saat ini, I need someone.. dan kai akan selalu menjadi someone itu didetik-detik seperti ini.
Dengan hitungan menit om Bon pun mendekati kami yang yang sedang bercerita bagaimana pertemuan Kai dengan Devan pagi ini di halaman parkiran. Om bon tiba tiba merangkul davin dari belakang dan memberikan pertanyaan demi pertanyaan, hingga aku tiba lagi pada satu poin pertanyaan yang membuatku harus berfikir dengan sangat keras, mengapa? “Gimana pelayanan pertamanya di gereja ini nak Davin?” “Menyenangkan pak pendeta, jemaatnya juga sangat ramah, dan sengat manis” kalimat terakhir itu, davin ucapkan bersamaan lirikan matanya kepadaku. Dan lagi lagi, gerakan abnormal itu muncul. “Wah wah, nak davin sepertinya menemukan gadis manis di gereja kita yah” kata om bon sambil melirik kearah ku dan kai. Seketika itu juga kai menambahkan “Ini baru ibdah pertama loh, gimana kalo Davin ikut di ibadah ke dua sore nanti. Dia pasti akan menemukan lebih dari gadis manis, iyakan pak pendeta?”. Dibuka dengan suara tawa om bon yang begitu mengagetkan kumpulan-kumpulan para jemaat yang ada di belakang kami. Kami mendengar suara wanita dari arah kanan kami yang memanggil nama om bon, kami menemukan sumber suara itu dan ternyata suara itu berasal dari suara tante Brenda istri om Bon yang telah menemani om bon sekitar 30 tahun menjadi Pendeta. Om bon pun segera perpamitan kepada kami dan om bon pun pergi mendekati sumber suara itu. dan sekarang aku kembali berhadapan dengan suasana canggung dimana hanya ada aku, kai, dan davin berdiri tepat di samping mobil kai.

Aku merasakan getaran yang sangat kuat dari arah tas ku, dan ternyata aku mendapatkan 2 panggilan tak terjawab dan 1 pesan masuk. Hal yang pertama aku lihat adalah 2 panggil tak terjawab itu ternyata berasal dari mama, dan 1 pesan masuk itu juga masih dari mama

 "Kamu di mana sayang?”

aku langsung memanggil mama melalui panggilan telfon, dan memberitahu posisi ku sekarang dimana dan bersama siapa aku saat ini. Kemudian mama mengakhiri telfonku dengan kalimat “Mama kayaknya harus pulang duluan sayang, mama gak ke rumah lagi. Mama langsung ke klinik, soalnya ada pasien baru yang masuk pagi ini. Mama boleh nitip bu ati dan halley pulang bersama mu dan kai?” aku menjauhkan ponselku dari telingan kemudian bertanya pada kai apa kah hari ini dia tak bersama keluarganya ke gereja. Belum sempat kai menjawab tiba-tiba aku mendengar suara yang sangat aku kenal berkata “Aku sendiri kok, kamu pulangnya bareng aku aja” kata Davin. “Kebetulan hari ini aku bersama mama, papa, dan Calio. Maaf sayang..” kata kai.
Mungkinkah ini Jackpot bagi ku, atau ini Jackpot untuk Davin..
HAPPY SUNDAY

Day 5


Minggu dan Antares ku
“Ma, sepatu pink Halley yang kemaren Halley pakai ke nikahan mbak Nata dimana yah ma? Kok gak ada di rak sepatu?” kata Halley sambil merapikan gaun berenda putihnya.

MINGGU
Hari dimana mama, aku, halley, dan bu ati menghabiskan pagi kami di Gereja yang berada sekitar 20 km dari rumah kami. Minggu pagi akan selalu diawali dengan kata-kata “Ma dimana?” dan “Ma udah bagus belum?” kalimat yang menjadi pamungkas di minggu pagi keluarga kami. Hari ini kami memilih tema putih untuk menemani waktu ibadah kami. Aku memilih Jeans hitam dan blouse putih tulang dengan memberi sedikit sentuhan dengan kalung bermatakan kupu-kupu serta sepatu higheels merah maroon kepunyaan mama. Mama memilih setelan jas putih dan menempelkan broos bunga rose berwarna pink tepat dibagian kerah jasnya, mama mendekati rak sepatu dan  mengeluarkan kalimat “Higheels merah maroon mama dimana yah?” aku yang terlebih dulu menunggu mereka di ruang tamu kemudian menghampiri mama sambil sengaja menghentakkan kaki ku untuk membuat suara tok tok tok dari highheels ku. Dan mama menyadari itu, aku memberikan senyuman indah ku pada mama agar mama segera merubah pikirannnya untuk memilih sepatu lain yang sedang berjejer rapi di rak sepatu yang tepat di depan mama. Setelah beberapa menit mama, dan halley berkutat dengan sepatu kami pun segera menuju halaman depan melihat bu ati telah duduk manis di dalam mobil, kami masuk ke dalam mobil dan bu ati segera menyalahkan mesin mobil dan dengan hitungan detik kami pun segera meninggalkan halaman rumah kami.

Mama dan halley berjalan bergandengan tangan didepan ku dan bu ati, kami masuh ke pintu gereja dengan disambut oleh teman-teman persekutuan doa mama, setelah memberikan senyuman hangat dan sentuhan jabatan tangan dari mereka, kami pun masuk ke dalam gedung gereja yang dipenuhi nuansa putih sangat cocok dengan tema baju kami. Mama memilih tempat duduk di barisan tengah dan memilih deretan ke 3 dari depan untuk menjadi tempat duduk kami selama 2 jam kedepan. Ibdah pun dimulai dengan indahnya, hingga aku tiba di satu menit, jam, bahkan detik, dengan terpaku menatap pria berbaju oblog putih dan memakai jas hitam dengan celana kain hitam sedang berjalan dari arah kiriku, pria itu sepertinya berasal dari 5 kursi di belakang ku. Aku begitu terpaku ketika dia duduk sangat tepat di depan mimbar khotbah kemudian mulai memainkan gitarnya dan melantunkan sebuah lagu

“…Draw me close to You Never let me go. I lay it all down again, to hear You say that I'm Your friend…”

Yah itu lagu favorite ku Draw me close to You, aku tak begitu tau siapa penyanyi aslinya tapi dari versi yang ada padaku saat ini adalah suara HILLSONG AUSTRALIA.. dari tempat duduk ku tanpa sadar aku menyanyikan lagu itu sambil membiarkan tubuh ku terhanyut dengan petikan gitar yang dia mainkan. Hingga akhirnya pria itu selesai pada bait terakhir yang berkata

“You're all I want, You're all I've ever needed. You're all I want, help me know You are near 

Pria itu meletakkan gitarnya dan kembali menuju tempat duduknya sambil melihat ke arahku dengan senyuman kecilnya, seketika itu juga mama melirikku dan kemudian di susul dengan bisikan Halley yang tepat duduk di samping ku “Kak, kakak itu loh yang ngajarin Halley les music kemaren”. Kemaren aku mengantar Halley ke tempat les musicnya, tapi aku hanya mengantarnya di depan gerbang yang berukirkan tangga nada itu dan kemudian segera meninggalkan Halley begitu saja tanpa memperhatikan keadaan sekitar gedung dengan ukiran pintunya adalah tangga  nada raksasa.
2 jam telah berlalu, aku meninggalkan gedung gereja terlebih dahulu karena harus menemui kai temanku di halaman belakang gereja, kebetulan kami satu gereja. Hanya saja hari ini aku tidak melihat dia duduk bagian mana, hal itu dikarenakan dengan tempat duduk kami yang terlalu mendekati mimbar khotbah. Waktu ku tertahan beberapa menit ketika bersalaman dengan pak Pdt Boni yang biasa aku panggil om bon ketika dia menanyakan bagaimana kabar kuliahku, dalam perbincangan yang penuh dengan candaan  dengan om bon, aku melihat dari arah parkiran kai sedang berbicara dengan seorang pria yang membelakangi ku namun sedang berhadapan dengan kai yang sesekali terlihat tersenyum dengan percakapan itu.

Jumat, 01 Maret 2013

Day 4

Barbie dan Antares ku

Sabtu, hari paling bahagia bagi para mahasiswa di muka bumi ini. Tidur sepuasnya, jalan sepuasnya, nonton sepuasnya, tanpa kelas, namun tetap bersama monster yang mengerikan bernama TUGAS. Aku mempergunakan weekend ku sebaik mungkin, aku tidak mau membuang weekend ku dengan tidur sepuasnya, dan memang hal itu tidak pernah aku lakukan. Setiap hari entah itu weekend atau tidak aku akan menjadi orang kedua dirumah yang bangun dipagi hari setelah bu ati menjadi orang pertama. Hal yang pertama aku lakukan di weekend ku hari ini adalah mengurusi halley, dan itu sudah menjadi rutinitas weekend pagi ku and I enjoy it. Aku melangkah menuruni tangga untuk dapat mencapai kamar halley, aku berharap si kecil itu masih tertidur pulas sehingga aku dapat bermain sebentar untuk membangunkannya. Namun yang aku dapatkan ternyata halley dengan rambut kriting panjangnya yang tak beraturan berdiri mondar-mandir di depan meja tempat riasnya sambil sesekali membuka laci dan melihat ke kolong tempat tidurnya. Dia seperti terlihat mencari sesuatu, dan sepertinya masih belum mendapatkan sesuatu yang dia cari. Aku tetap diam di belakang pintu sambil mengintipnya, selang 2 menit kemudian aku mendengar sesuatu dari mulutnya “Sisir barbie halley kemana yah? Kayaknya kemaren halley simpen di sini deh, tapi kok gaka ada?” kata halley sambil membuka laci mejanya, dan kalimat itu mengagetkan serta menyadarkanku kepada pria yang melambaikan sisir barbie halley ketika aku sedang bertempur dengan yang namanya tangga menuju lantai 3. “Perasaan aku nyuri sisirnya sekitar dua hari yang lalu deh, kok si kecil ngomongnya kemaren dia masih nyimpen di atas meja” kataku sambil tetap memikirkan pria dan sisir halley. “Mungkin saja halley punya sisir barbie dua, dan yang aku curi dari dia adalah sisir lamanya yang jarang dia pake kemudian dia menelantarkan nya begitu saja” pikirku dalam hati. Halley masih tetap sibuk mencari sisirnya hingga mama tiba-tiba mengagetkan ku dengan suaranya “Kak Gween ngapain ngintip-ngintip halley?” mendengar suara itu aku pun kaget dan tanpa sadar badanku terdorong masuk kedalam kamar halley, dan halley menyadari bahwa aku mengintipnya dari tadi. “Kakak ngapain nginti-ngintip halley?” kata halley sambil menarik baju pajama ku, “E,e,enggak.. tadi kakak mau bangunin kamu, tapi kamunya ternyata udah bangun hehe, kakak gak ngintip kok, kakak baru aja didepan pintu kamarmu” sela ku dengan suara agak sedikit gemetar. Halley selalu percaya akan kata-kataku, yang aku resahkan sekarang mama yang memberikan kedipan matanya buatku dan aku tau mama menyadari kalau aku sedang berbohong.
Aku mempersiapkan seragam pramuka halley, sementara halley sedang menikmati air hangatnya pagi ini di kamar mandi. aku mencoba membuat pertanyaan yang memancing halley untuk bisa berbicara jujur tentang sisir barbienya. Aku keluar dari kamarnya dan duduk di sofa coklat depan TV sambil masih tetap memikirkan pertanyaan-pertanyaan itu. 10 menit berlalu dan Halley Ivy Rose keluar dari kamarnya dengan menggunakan setelan pramuka sambil menggandeng ransel pinknya. Di iringi keluarnya mama dari kamar mama dengan kemeja pink dan rok putih polos sambil menggandeng tas tangannya dengan sentuhan higheels hitam andalan mama. Mereka berdua menuju meja makan, pagi ini bu ati masak bubur ayam dan merebus 5 telur ayam dan 2 cangkir susu, 1 cangkir teh,dan 1 cangkir kopi. Mama pun memanggilku untuk sarapan, aku mengambil tempat duduk tepat di samping halley, dan membantunya mengambil bubur ayam dan telur rebus dan segela susu. “Dek rambutmu agak kurang rapi tuh, sini kakak perbaiki” sambil meletakaan sepiring bubur ayam dan telur rebus bagian halley. Aku mencoba merapikan rambut halley dengan jari-jariku. “dek punya sisir gak? Kalo pake jari kayaknya tetep gak rapi deh” kataku sambil mengharapkan jawaban halley yang aku tunggu-tunggu. “halley gak punya sisir kak, sisir halley ilang” kata halley dengan nada sedih “Loh kok bisa hilang dek?sisirnya gimana sih bentuknya?” mencoba merasa iba akan kejadian itu. Kemudian halley menjawab “Sisir Barbie kak, itu sisir SATU-SATUNYA yang halley punya, itu hadiah dari teman halley waktu perpisahan SD tahun kemaren” glekk.. itu dia, itu! Itu sisir halley satu-satunya, dan yang menghilangkannya aku. Halley terlihat sangat sedih ketika menceritakan asal-usul sisirnya. Dan aku merasa bersalah sekali, aku tidak pernah membuat halley sedih, dan aku sudah berjanji akan hal itu. “Ayo cepet makannya kak, hari ini kamu yang nganterin halley ke SMP nya terus jemput dia lagi” kata mama “Hari ini halley ada les music loh ma jam 3” jawab halley sambil membersihkan mulutnya yang penuh dengan cipratan bubur ayam. “Ya udah nanti minta tolong kakak yang nganterin yah sayang, mama sampe malem di klinik nih” kata mama. Dan Halley pun mendongakkan wajahnya kehadapanku dengan memperlihatkan senyum manisnya, itu pertanda anak itu memohon kepadaku. “Kak mandi gih sana, biar Halley gak terlambat” kata Halley masih tetap dengan senyum manisnya itu. Aku pun mengikuti aba-aba Halley dan meninggalkan meja makan tanpa mencicipi bubur ayam dan telur rebus bu ati, hanya seteguk susu yang membasahi bibirku.



15 menit cukup buatku untuk menggunkan baju oblog hitam bergaris panjang putih dan celana jeans pendek yang aku gunting sendiri sehingga menyisahkan benang-benang putihnya yang bergantungan. “Ayo berangkat dek, loh mama mana?” kataku sambil megambil kunci mobil yang tergantung tepat diatas lemari es di dapur. “Mama udah pergi kak, tadi dr.Julia jemput mama didepan, habis kaka lama sih” kata Halley. Aku melihat  kearah jam handphone ku dan terpampang tulisan di wallpaper 6.30 , butuh waktu 10 menit untuk tiba di sekolah SMP halley dan berharap sampai disekolah pukul 6.40, tanpa macet maka perhitunganku tepat, dan aku tidak membuat halley terlambat. Dengan Honda jazz merah mama, aku membawa Halley t
epat di depan gerbang sekolahnya, aku melepaskan sabuk pengamanku hal yang sama dilakukan halley, kami berdua keluar dari mobil dan halley pun memberikan kecupan manisnya di pipiku sambil perpamitan “Aku pergi kak, ingat jam 12 jemput aku lagi” kata halley sambil mencium tangan kanan ku, aku menjawabnya dengan anggukan dan tertawa kecil. Aku menunggu di depan gerbang hingga Halley pun menghilang dari pandanganku karena tertutupi dengan teman-teman nya yang lain. Aku membalikan badanku berjalan menuju arah mobil, dan dari jauh aku melihat pria yang pagi ini muncul di pikiranku, sambil menggandeng tangan gadis kecil dengan seragam yang sama persisi dipakai halley hari ini, rambut lurus panjang terurai dengan indah di kedua bahunya, sambil menatap gadis kecil yang disampingnya pria itu menaruh tangan kanannya di atas kepala gadis kecil itu dan mengacaukan rambut lurusnya sehingga gadis kecil itu terlihat marah dan melepaskan genggaman pria itu. Aku tanpa sadar senyum kecil keluar dari mulutku ketika melihat adegan itu. Dan pria itu melihat ke arahku, dengan cepat aku membalikan badanku dan menatap gerbang sekolah Halley kembali. “bang, ntar gak usah jemput, aku pulang sendiri aja” kata gadis kecil itu, “ia, abang juga gak bisa jemput soalnya mau nganter papa lagi” kata pria itu. Aku memberanikan diriku untuk bertanya akan satu hal yang sangat penting buatku, tapi aku harus memastika pria itu sudah tidak bersama dengan gadis kecil itu. Aku berbalik dan mendapati mereka berdua sedang asik melambaikan tangan satu sama lain, aku mendekati pria itu dengan jantung yang berdetak begitu kencang, “permisi mas, mas ingat aku gak? hmm yang waktu di tangga? Yang nabrak? Hmm yang sisir barbie itu mas” kata ku agak sedikit mengecilkan volume suara ku. pria itu hanya tersenyum sambil mengambil sesuatu dari kantong jelana jeansnya, “Ini?” sambil menunjukan sisir barbie milik halley yang hari ini menjadi bahan pikiranku. Saking senangnya, aku langsung menggenggam tangan kanan pria itu dan berkali kali mengucapkan kata terimakasih diiringi lompatan kecil dariku. Pria ini tertawa dan tetap pasrah akan tangannya yang aku genggam dan ternyata belum aku lepaskah, sehingga tepat ketika bel sekolah halley bunyi dan itu mengagetkanku seketika. Aku menemukan diriku menggenggam tangan pria asing didepan gerbang sekolah Halley.
Yah Dia Ethan Davin A..

Kamis, 28 Februari 2013

Day 3


PAGI DAN ANTARES KU

Angin pagi bersama percikan cahaya matahari menembus masuk ke dalam kamarku melalui sela-sela jendela yang tepat berada disebelah kanan tampat tidurku, dengan piyama motif bunga edelweiss aku membalikan wajahku ke arah kiri dan membelakangi cahaya matahari itu. Jam 6 pagi, waktu dimana aku akan selalu terbangun, kejadian mengejutkan pertamaku hari ini ketika melihat si halley adik kecilku berada tepat di sebelah kiriku. Hal yang akan aku temui ketika musim hujan datang, aku memeluknya dengan hangat dan menciumi kepalanya. Wangi strawberry tercium pada tiap helai rambutnya, halley penyuka setiap benda berwarna pink, segala benda dikamarnya akan berbau pink, bahkan shampoo dan sabun yang dia gunakan haruslah berwarna pink, dan warna pink di shampoo dan sabun akan selalu identik dengan strawberry. Semalam hujan begitu sangat deras aku masih mengingat dengan baik bagaimana suara Guntur memaksaku untuk bersembunyi dibalik bedcover music ku. Dan itulah alasan mengapa halley berada di tempat tidurku sekarang.
Aku mencoba melepaskan diriku dari jerat bedcover hangat ini dan memulai hari dengan sentuhan dari alunan lagu Savage Garden - I Knew I Loved You yang ada di handphone ku,

“…I knew I loved you before I met you, I think I dreamed you into life, I knew I loved you before I met you, I’ve been waiting all my life...”

Aku mencoba menyamakan suaraku dengan penyanyi aslinya dan mulai menyanyikan bagian reef, dan kemudian lagu itu menuju bait ke dua

“…There's just no rhyme or reason, only the sense of completion. And in your eyes, I see the missing pieces…”

Aku mematikan AC dikamarku dan membuka jendela dengan mendengar seksama bait kedua lagu itu. Aku masuk ke dalam refrain lagu itu lagi dan kemudian menyanyikannya dengan sekuat tenaga hingga suaraku membangunkan halley.
“Kak diam!!!” halley memberikan respon negative dari suara ku tadi. Aku mengecilkan volume handphone ku dan pergi meningalkan kamarku yang menjadi milik halley pagi ini.
Aku menuruni tangga yang berhadapan dengan kamarku, dan segera mataku tertuju ke meja tempat diman biasa Koran pagi ini telah duduk diam. Tapi pagi ini aku tidak menemukan Koran di atas meja itu, aku yang bangunnya kepagian atau korannya yang kesiangan pikirku.

“Selamat pagi mba Gween, nyari Koran yah?” kata bu ati sodara mama dari kampung yang telah menemani mama semenjak 10 tahun kami hidup tanpa papa. “ia bu, hehehe”, “tunggu yah ibu liatin didepan,mungkin aja udah ada” kata bu ati sambil berjalan menuju halaman depan rumah. Sambil menunggu Koran pagi ini, aku mampir ke kamar mama yang berada di samping kamar halley dan menemukan mama dibalik bedcover merah maroon nya yang polos tidur dengan sangat nyenyak. Aku tau konsekuensi yang aku dapatkan ketika aku tiba-tiba menyelinap masuk kedalam bedcover mama dan memeluk mama. Aku mengacaukan tidur mama, atau mungkin aku malah mengacaukan mimpi mama bertemu papa. “Gween!!!!!” teriak mama ditelingaku sambil memberikan pukulan ke tanganku. Aku meluncur keluar dari tempat tidur mama dan berlari menuju bu ati yang telah membawakan aku gulungan Koran hari ini.


“Ntar siang aku pulangnya agak duluan yah gween, soalnya mau jemput si Calio di sekolahnya terus anterin dia ke tempat les nya, kamu gak apa-apakan balik sendiri? Kata kai, “Ia gak, santai aja. Aku kan bisa jalan ke rumah sakit, lagian hari ini mamaku gak dapet sift malam” kata ku sambil mencari sisir didalam ranselku, dan aku kembali menemukan sisir halley masih bertapa didalam. Hari ini kami agak sedikit lambat datang ke kampus, karena kai harus nunggu aku menyiapikan alat-alat sekolah halley, mama mewariskan tugas itu hari ini karena mama pagi ini menerima telfon tak terencana dari teman dokternya di rumah sakit bahwa akan ada operasi sesar selanjutnya. Mama adalah dokter specialis kandungan di salah satu rumah sakit swasta di semarang. Mama memiliki keinginan agar salah satu diantara aku dan halley mengganti posisinya, namun keinginan mama untuk menjadikan ku one of them sudah pupus. Karena keinginanku yang baru aku dapatkan ketika aku berada di kelas 2 SMA , keinginan untuk menjadi seorang antropolog. Dan kemudian mama menaruh harapan punuh itu kepada adikku halley, terbukti mama sering mengajaknya main ke rumah sakit tempat mama bekerja ataupun ke klinik bersalin yang telah dipercayakan kepada keluarga kami selama 10 tahun.

Untuk memanfaatkan waktu, aku melakukan proses penyisisran rambutku di tengah perjalanan kami menuju kelas, dengan berlari kecil aku dan kai dihadapkan dengan kenyataan bahwa ruang untuk kelas hari ini berada di lantai tiga. Dengan sisir yang masih menempel di rambutku, aku mencoba menaiki 2 anak tangga dalam satu langkah, dengan si jagoan nike ku aku pun berlari seperti sedang berada pada perlombaan  lari jarak jauh bersama kai, kami tak meghiraukan orang lain yang melihat kami berlari, yang ada diotak kami adalah kumis pak Minder dan bagaimana pak Minder membenci sifat KETERLAMBATAN, jaket jeans yang aku pakai tanpa di kancing pun ikut berlari searah dengan gerakan tubuhku yang berlari dengan nafas yang tak karuan. aku merasakan keringat yang membasahi wajahku dan tidak menyadari lagi sisir barbie halley yang masih menempel di rambutku, dan tepat pada langkah ke 6 tanpa sengaja aku menabrak tubuh pria yang tidak asing lagi untukku dalam beberapa hari ini. Tanpa menatap nya, aku mencoba meminta maaf sambil menunduk dan sesekali menggoyangkan kepalaku naik turun. Aku mengadopsi gaya masyarakat jepang ketika meminta maaf kepada orang lain. Bagiku itu akan membuatku terlihat sangat menyesali tindakanku dan tanpa pikir panjang orang itu akan segera memaafkanku. Dengan tidak membuang waktu kai pun langsung menarikku dan mengajakku bertarung kembali bersama tangga-tangga itu. Kemudai aku hanya bisa menatap pria itu dari jauh dan menemukan pria itu sedang tersenyum kecil melihatku dan kai berlari menaiki tangga. Saat menuju langkah ke 8 aku melihat pria itu menunduk seperti mengambil sesuatu yang terjatuh di tangga. Kemudian bangkit lagi dan melambaikan sisir barbie halley ke arahku.
Ya Dia Ethan Davin A..

Day 2

Dewa Antares



Aku Gween, salah satu mahasiswi di universitas negeri di semarang yang memiliki cita-cita untuk menjadi seorang antropolog terkenal. Hari ini adalah hari keduaku dalam semester 4, dengan kaos oblog putih dan jeans kebiru-biruan aku menunggu jemputan si Kai, cewek yang aku temui pada hari pertama OMB universitasku. Tidak lebih dari 5 menit setelah aku memakai sepatu nike hitam suara mobil kai sudah terdengar merdu didepan rumahku. Dengan langkah agak sedikit berlari aku melihat isi tasku kembali dan menemukan satu barang yang tak ada di dalam ransel coklatku ini yaitu sisir. Dengan sentuhan warna mahogany pada rambut pendek sebahu ku membuatku selalu mewajibkan yang namanya sisir berada ditas ransel coklat ini.  Aku tipe wanita yang akan menghalalkan segala cara agar rambut ku tetap pada kondisi baik-baik saja, dalam suasana apapun juga. Untuk naik kemarku akan sangat membuang waktu beberapa detik pikirku jadi aku memutuskan untuk masuk ke kamar halley adikku dan tanpa sengaja aku melihat sisir dengan motif barbie tepat berada diatas tempat tidur dengan balutan sprei barbie di kamarnya. Tanpa pikir panjang sisir berukuran sedang itu aku masukan kedalam ransel coklatku. Dan akupun meninggalkan rumah dengan ciuman hangat dari mama.

Dengan nafas yang tidak beraturan aku mencoba mengeluarkan satu kata untuk kai “Sorry kai, tadi aku nyempetin buat nyolong sisir di kamar si halley”“hahaha gween si mahogany, hidupmu akan seperti apa kalau didunia ini tidak ada lagi yang namanya perusahaan sisir, dan tidak ada lagi sisir yang beredar dipasaran” kata kai, “aku nyoba nyari di indomaret yang 24 jam” kataku dengan sedikit tertawa. “Gween, mulai deh ngaconya. Eh gimana papernya si bu megan?” “Sudah selesai kok, tinggal nunggu sebelum jam 10”.
Sekedar informasi kemaren aku menghabiskan hariku diperpustakaan bersama kai hanya untuk mencari bahan tugas yang di berikan oleh si Megan. Bahkan setelah kelas pak tato selesai pun kami melanjutkan pencarian bahan tugasku didalam perpustakaan.

7 menit kami pergunakan untuk bisa berada di halaman parkir kampus, aku membuka pintu mobil kai dan tanpa sadar aku mendekatkan wajahku pada kaca jendela pintu mobil avanza hitam yang tepat parkir disamping mobil kai. Dengan mengeluarkan sisir barbie halley aku memulai proses penyisiran rambutku tanpa menyadari dibalik kaca mobil itu ada sosok yang tak mau mengacaukan proses penyisiran rambutku. Kai pun tiba-tiba mengajaku meninggalkan area parkir ini setelah dia menutup pintu mobilnya. Dan sosok pria yang memiliki tinggi 170 cm kulit sawo matang dengan kemeja merah dan jeans hitam keluar dari amobil itu sambil tertawa kecil dan membuka pintu belakang untuk mengambil gitar yang setiap hari menemani dia melewati setiap matakuliah yang ada. Diikuti seorang wanita dewasa dengan setelah jas putih dipadukan bersama high heels sekitar 5 cm berwarna coklat kulit.
Dia Ethan Davin A dan wanita dewasa itu…..

Scorpio
Kalajengking berkaki delapan yang besar-besar dijadikan lambang zodiak ke-8 dalam urutan perbintangan.
Terpampang tulisan itu di layar handphone ku yang membuatku penasaran untuk membacanya, ini salah satu tujuanku untuk datang kampus lebih awal sebelum kelasku di mulai, memanfaatkan wi.fi yang ada. Aku menyentuh kalimat yang berwarna merah dengan jari telunjukku, tanpa buffering halaman Zodiak muncul di layar handphone ku, aku membacanya perlahan
Scorpio
Kalajengking berkaki delapan yang besar-besar dijadikan lambang zodiak ke-8 dalam urutan perbintangan.
Bagi yang berzodiak kalajengking, ada di bawah naungan dewa Antares atau Alpha Scorpii.
Menurut legenda yunani, kalajengking inilah yang menjepit kuda-kuda milik Matahari dan anaknya, Paeton. Kuda-kuda itu kalah dan melarikan diri. jadi, kekuatan kalajengking melebihi kekuatan seekor kuda. Itu pula sebabnya, bagi mereka yang berzodiak kalajengking atau scorpio, digambarkan sebagai orang yang kuat, cerdas, dan pantang menyerah.
 Mataku sangat seksama memperhatikan kata demi kata yang disatukan menjadi kalimat pada tulisan itu, aku sangat memfokuskan pada bagian yang menyebutkan “Dewa Antares”.  Aku meneruskan membaca pada bagian zodiac lain, dan ternyata semua zodiac memiliki dewa pelindung masing-masing. Aku baru mengetahui hal itu. Aku mencapai titik penasaranku dengan membaca kembali kalimat-kalimat itu, hingga kai datang mengagetkan dengan panggilan telfonnya ke handphone ku, “Kamu dimana?aku otw kafe depan perpus sama si barry,,ikut gak?” kata kai lewat telfon, “ia ntar aku nyusul, aku mau ketemu bu megan dulu ka,” “oh yah udah, aku nunggu di kafe yah?” kata kai lagi sambil menutup telfonnya, seketika itu sinyal wi.fi pun terputus. Aku masih membayangkan “Dewa Antares” yang melindungi ku, aku salah satu wanita scorpio yang memiliki sifat sagitarius. Hal itu mungkin dikarenakan tanggal lahirku pada majalah tertentu mengkategorikan aku scorpio tapi majalah yang lain mengkategorikan aku sagitarius. Untuk kali ini aku masih sangat tertarik pada sosok  “Dewa Antares”
09.30 aku berjalan menuju ruangan bu megan, kali ini tanpa ditemani kai, kakiku berhenti pada pintu yang bertuliskan Dr. Megan Natalia M.Si , perlahan aku mengetuk pintunya dengan irama lembut dan suara lantang yang terekam jelas ditelingaku memanggilku masuk, seketika itu juga aku membuka pintu dan menemukan bu Megan dengan kaca mata hitamnya sedang asik mengetik sesuatu di komputernya. “Permisi bu, saya Gween mau ngantar tugas” kata ku dengan nada suara yang sangat lembut “Simpen dimeja saya, lain kali tolong jangan menghayal di kelas saya Gwen” kata bu megan sambil tetap mengetik, “ia bu, saya minta maaf. Saya pamit permisi yah bu?” kataku sambil perlahan berjalan agak sedikit membungkung menuju pintu. Tanpa disadari pintu itu terbuka sendiri dan tiba-tiba muncul sosok pria mencoba membuka dan memastikan ada tidaknya orang di dalam ruangan itu. Tubuhku tiba-tiba berdiri tegak dan mencoba menjauh dari pintu yang nyaris saja membuat jidatku benjol, aku pun memandang lurus kearah bu megan tanpa memperhatikan sosok pria abstrak yang berkata “Ma, tadi papa nelfon katanya kalo pulang nanti tolong beliin papa lotek di warung langganan papa” “kamu aja yang beliin yah, mama ada kelas sampai jam tiga entar” kata bu megan dengan suara yang lembut. Kali ini aku melihat bu megan dengan pribadi jawanya yang begitu amat sangat lembut, sosok ibu yang begitu menyayangi keluarga. “Duitnya mana? Aku gak bawa duit lebih ma.” Jawab pria itu sembari mengharapkan jawaban dari bu megan yang aku sendiri pun bisa menebaknya. Bu megan berdiri dari tempat duduknya dan mengeluarkan uang 50 ribu rupiah dari dompetnya kemudian memberikan kepada pria itu. Seketika terdengar suara “Makasih ma, dadah” sambil menutup pintu yang dari tadi di tahannya. “Maaf Gween” kata bu megan sambil mengambil tugasku dan membacanya sekilas, “ia bu tidak apa-apa” jawabku. “Lain kali jangan kebanyakan menghayal pada setiap pelajaran saya, terimakasih sudah mengerjakan tugasnya dengan baik, saya akan memberi feedback secepat mungkin” kata bu megan dengan sangat lembut. “ia bu, terimakasih, saya pamit permisi yah bu” kata ku untuk yang kedua kalinya. “oh iya silahkan” kata bu megan sambil menunjuk kearah pintu. Aku pun membuka pintu dan keluar dari dunia bu Megan, tanpa sadar aku berkata “I’m in Heaven now” tanpa memikirkan seandainya ada seseorang yang mendengarku berkata seperti itu. Dan ternyata benar, pria yang beberapa menit lalu aku temui memperhatikanku sambil duduk di kursi panjang samping pintu masuk keruang bu megan.
yah Dia Ethan Davin A..

Day 1- AURORA


AURORA


Bisa kah anda menjelaskan kembali apa yang telah teman anda jelaskan di depan tentang proses terjadinya Aurora, nona Gween Ivy Edelweiss?sambil melangkah mendekaati tempat duduk ku yang berada pada deretan sebelah kanan samping jendela tepat pada baris ke dua dari belakang,sejenak mendengar nama yang begitu familiar ditelingaku disebutkan dan di susul dengan pertanyaan yang meletuskan gumpalan awan hayalan diatas kepalaku dan dengan stimulus sadar dari Kai teman sebangku untuk memberikan sedikit cubitan kecil pada tangan kananku yang membuat gerak reflex pada bibirku untuk berkata “daya tarik yang ada dalam diri kita sendiri ”. Tiba-tiba kelas pun menjadi rame dipenuhi dengan suara tawaan dari arah kiri tepat dimana para kaum adam menikmati kelas dosen terkiler yang pernah hidup dimuka bumi ini. Bukan hanya suara tawa tapi mereka mencampurkan suara tawa itu dengan iringan benda-benda yang mereka pukulkan agar menghasilkan suara yang gaduh,”hahahaha sumpah gokil lo gween AURORA buka AURA” ucap si Mario dengan gaya kejakartaannya , “hahaha bah gween pintar sekali kau ini AURA KASIH hahahaha ” cela si gendut barry dengan aksen bataknya. Suara yang aku dengar dengan sangat jelas diantara keributan itu adalah suara kai “Gween yang ibu tanyakan proses terjadinya Aurora bukan Aura..” bisik kai ditelingaku. Suara bahagia itu bertahan 10 detik setelah ibu Megan memberikan isyarat non verbal melalui wajah tak bersahabatnya. “Nona Gween Ivy Edelweiis, Calibri 12 dengan spasi 1.5 judul Proses terjadinya Aurora besok pagi jam 9 harus ada di meja saya, jangan lupa cantumkan daftar isi,dan saya butuh 5 lembar pada bagian pembahasan” kata ibu Megan dengan suara lantangnya, dan sangat lantang ketika menyebutkan nama lengkapku. “Baik gween kau menghancurkan kelas pertama mu di semester 4 ini” kataku dalam hati. Bu megan balik menuju mejanya sambil melirik jam tangannya yang tepat sekali berada pada jm 10.00 yang menandakan selesainya dia bercuap-cuap indah di dalam kelas ini. Tanpa menunggu lama bu megan pun segera melepaskan kabel LCD yang melekat pada laptopnya dan segera meninggalkan kelas ini.Rabu kelabu bagi ku!!!

Dan yang aku bisa lakukan hanya tetap duduk diam sambil membayangkan, seandainya tidak ada adegan hayalan bagaimana konsep pesta ulang tahunku yang ke 20 bulan depan didalam kelas tadi, yang membuatku memalukan diriku secara tidak langsung dihadapan teman-teman sekelasku. “Mau balik atau mau nunggu jam 12 buat kelas pak Tato?” Tanya Kai mengagetkanku sambil memasukan buku tulis kedalam ransel birunya. “Aku mau nangkring di perpus deh sepertinya, deadline tugas tadi besok jam 9 kai” jerit ku dengan volume suara sekecil mungkin. Aku sama sekali gak menyangka kalo hal ini akan terjadi pada hari pertama ku di semester 4 ini, bagaimana bisa ibu itu mengetahui nama lengkapku? Aku baru aja bertemu ibu itu di semester 4 ku ini. Dengan tingkat lemas yang tinggi aku pun memaksakan agar buku kecil yang tepat berada di mejaku bisa masuk kedalam tas ranselku. Aku sangat menyukai perpustakaan, aku bahkan akan menghabiskan waktuku diperpustakaan untuk membaca buku favorit ku “ANTROPOLOGI, Dasar Pendekatan Pelayanan Lintas Budaya” karya Dr. Yakub Tomatala selama semester 3 ku kemaren. Tapi hari ini adalah hari dimana aku tidak merasa nyaman dengan kata perpustakaan. Aku merasa kejadian dikelas tadi telah tersebar keseluruh kampus, dan aku merasa akan terkucilkan bila berada didalam perpustakaan sendiri. Perasaan parno yang begitu mendalam. Dan sepertinya kai membaca pikiranku saat ini, I need someone.. dan kai pun mengeluarkan kalimat yang aku tunggu-tunggu “ayo aku temenin” kata kai sambil menggandeng tanganku keluar dari kelas.